Rabu, 04 Agustus 2010

CERPENKU


AMANAT yang TERTUNDA
Oleh : Wawan Arwani, C.SS.*

Cahaya Sang Surya menyinari keredupan pagi dari celah bukit yang tinggi, hembusan angin sepoi-sepoi menembus sukma, keramaian kota yang tak dapat berhenti sepanjang masa. Aku berjalan melewati emperan jalan setapak dari kontrakan yang tak dapat dilalui kendaraan umum ataupun pribadi. Langkahku semakin tak terhingga ketika aku melewati jalan raya yang tak seramai kota.
Dengan tangan tergenggam, kumasukan ke dalam saku jaket yang tebal, seakan musim salju melanda kota terbesar kedua di Jawa Timur itu. Tegap berwibawa langkahku, seakan aku adalah orang nomor satu di negeri ini. Tibalah aku di sebuah kampus beratap hijau, rindang nan megah. Hingga tiba di suatu ruangan salah satu gedung kampus hijau. Ku lihat kanan kiriku, tak seorang pun hadir di sampingku. Hatiku bertanya “Kemanakah sahabat penaku berada? Kenapa tak seorang pun mereka di sini?”
Terlintas dering sms berbunyi dari dalam jaketku, kuambil handphone lalu kubaca sms itu “Haari ini kita belajar di rumahnya masing-masing dikarenakan ustadz kita telah berbaring di rumah sakit, tapi alangkah baiknya ikhwan wal akhwat hadir di depan fakultas Humaniora untuk menjenguk beliau hari ini tepat pukul 09.00 WIB. Sebarkan kepada yang lain. Syukran Jazilan”.
Terbesit dalam benakku,
"Innalilah..... Ya Allah, Engkau Maha Kuasa atas segala sesuatu, tunjukanlah kekuasaan-Mu untukkesembuhan ustadzku”.
Kubalas sms itu “Ok. Insya Allah aku datang”.
Segeralah langkah kakiku meninggalkan ruang gedung megah itu menuju fakultas Humaniora Kampus Hijau. Setibanya di sana, sembari menunggu kawan, aku singgah di perpustakaan pusat Kampus Hijau yang di dalamnya terdapat berbagai buku bacaan mulai yang terkecil hingga terbesar berjejer tertata rapi di rak buku, ditambah AC menyejukkan suasana perpustakaan.
Tepat pukul 09.00 WIB, aku keluar dari gedung bacaan itu dan menuju fakultas Humaniora. Kawan-kawanku sudah berkumpul, lengkap dengan sepeda motor dan mobil angkutan umum warna biru berlabel AL. Kami pun berangkat mengendarai kendaraan itu menuju rumah sakit di mana ustadz kami dirawat. Setibanya di sana, sang ustadz sedang di ruang ICU untuk perawatan intensif. Adzan dhuhur telah dikumandangkan seiring dengan sang ustadz keluar dari ruang ICU untuk dipindahkan ke ruang biasanya.
Keadaan mulai tenang dari hiruk-pikuknya dokter, suster, dan perawat lainnya di ruang itu, secara bergilir kami pun masuk menemui ustadz dalam keadaan bebaring lemas, hingga tepat giliranku menjenguknya, sang ustadz memberikan suatu amanat kepadaku. amanat itu sebenarnya mudah-mudah saja untuk ku laksanakan. Setelah semua bergiliran masuk untuk menjenguk ustadz, kami pun berdo’a untuk kesembuhan ustadz dan segera berpamitan untuk kembali ke kampus. Aku pun membawa amanat sang ustadz.
Hari terus berganti, pagi, siang dan malam terus berulang, aku ingin melaksanakan amanat ustadzku yang diungkapkan di rumah sakit waktu itu. Tetapi berulang kali aku mencoba untuk melaksanakannya, namun nasib berkata lain.
Rentang waktu yang cukup sedikit dengan jarak waktu aku untuk melaksanakan tugas pengabdian masyarakat di Yogyakarta yang tak memungkinkan untuk mencoba kembali melaksanakan amanat itu. Sampai saat ini, amanat sang ustadz terunda di Yogyakarta.


*Mahasiswa jurusan
Bahasa dan Sastra Arab
UIN Maulana Malik Ibrahim Malang
sedang PKLI di Ar-Ruzz Media Yogyakarta

Tidak ada komentar:

Posting Komentar